Janji Manis AI, Derita Pekerja: Beban Bertambah dan Kehilangan Makna


Janji Manis AI, Derita Pekerja: Beban Bertambah dan Kehilangan Makna

Rekomendasi dari Devina Heriyanto

Dalam pembuka esainya yang kemudian diperluas menjadi buku, antropolog dan aktivis David Graeber menuliskan prediksi ekonom John Maynard Keynes pada tahun 1930 bahwa teknologi akan mempermudah pekerjaan manusia sehingga dalam seminggu, kita cukup bekerja 15 jam saja. Tapi, ini tidak terjadi. Graeber berargumen bahwa meskipun efisiensi terjadi, kapitalis menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang membuat kita tetap sibuk. Graeber menyebut pekerjaan ini sebagai "bullshit jobs" alias pekerjaan omong kosong.

Penggunaan teknologi akal imitasi (AI) yang makin masif dua tahun belakangan ini mungkin akan menguatkan keyakinan Graeber, seandainya ia masih hidup.

Antonia Timmerman dan Rio Tuasikal menuliskan dampak penggunaan AI kepada pekerja di berbagai industri, dari media hingga pendidikan, dalam laporan berjudul "Janji Manis AI, Derita Pekerja: Beban Bertambah dan Kehilangan Makna".

Pekerja-pekerja di berbagai industri dipaksa beradaptasi dengan teknologi demi mengejar produktivitas--itu pun kalau mereka tidak diberhentikan karena dianggap bisa digantikan oleh AI, menghasilkan apa yang kadang disebut sebagai "AI slop" yang cuma membuat pekerja lain harus menghabiskan waktu berlebih untuk memperbaikinya agar jadi hasil yang layak.

Penggunaan AI dan tuntutan produktivitas yang makin tinggi membuat pekerja kehilangan makna atas hasil karyanya sendiri. Seorang guru yang menjadi narasumber dalam laporan ini menyebutkan bahwa penggunaan AI membuatnya merasa "ga ada jiwa dalam mengajar."

Lebih parahnya lagi, pekerja seakan kehilangan agensi dalam keputusan untuk menggunaan AI. Menolak atau mengkritik penggunaan AI bisa membuat pekerja dicemooh atau bahkan dipecat.

"Hampir seluruh narasumber pekerja kami sepakat bahwa tidak ada ruang untuk menyampaikan aspirasi mereka secara jujur mengenai penggunaan alat-alat otomatisasi di tempat kerja. Wawancara untuk laporan ini adalah kesempatan pertama mereka untuk menyampaikan aspirasi," tulis Antonia dan Rio.

Laporan ini adalah bagian pertama dari seri liputan #DampakAutomasi yang didukung oleh Pulitzer Center. Baca juga pengantar serial ini yang ditulis oleh editor Project Multatuli, Mawa Kresna, berjudul "Paradoks Janji Artificial Intelligent".

Jika kamu merasa laporan ini penting, dukung kami dengan menjadi Kawan M. Dukungan pembaca yang menjadi Kawan M membantu kami untuk terus menerbitkan laporan jurnalistik berkualitas yang dikerjakan oleh penulis, fotografer, dan ilustrator manusia. Bantuan Kawan M juga memastikan kenyamanan pengalaman membacamu dari iklan yang mengganggu.

Dukung pekerja media dengan dukung Project Multatuli.


Project Multatuli

Project M adalah gerakan jurnalisme publik yang melayani yang dipinggirkan dan mengawasi kekuasaan agar tidak ugal-ugalan. Langganan nawala kami untuk mendapatkan rekomendasi bacaan berbasis jurnalisme telaten. Dukung kami dengan menjadi Kawan M mulai dari Rp30 ribu per bulan.

Read more from Project Multatuli

Kisah Horor Kampung Kebon Sayur: Dihantui Mafia Tanah dan Penggusuran Rekomendasi dari Devina Heriyanto Vince Tama (59), akrab disapa tante Vince, asal Manado, Sulawesi Utara. Ia, salah satu warga Kebon Sayur, yang rumah dan usaha lapak pasir bersama almarhum suaminya sejak 20-an tahun lalu, sudah rata digaruk beko. Saat ini, ia berusaha menanam jagung di lahan yang sudah ditimbun tanah merah. (Project M/Adrian Mulya) Tanpa surat resmi, alat berat menggusur rumah-rumah di Kampung Kebon Sayur,...

Bacaan Akhir Pekan: Analisis Danantara & Perburuan Polisi yang Masih Berlanjut Rekomendasi dari Devina Heriyanto Melihat banyaknya pendanaan Danantara yang diarahkan ke proyek-proyek ekstraktif, aktivis khawatir Danantara jadi "akselerator kerusakan Indonesia". (PresidenRI.go.id) Pekan ini, Project Multatuli menerbitkan dua tulisan dengan tema berkelanjutan. Hanya saja, berkelanjutan dalam artian daya rusaknya. Permata Adinda, jurnalis Project M, menulis analisis terkait lembaga pengelola...

Kriminalisasi Masyarakat Adat Maba Sangaji: Tidak Diakui sebagai Pejuang Lingkungan, Malah Dicap Preman Rekomendasi dari Devina Heriyanto Para istri, keluarga, dan anak dari beberapa keluarga korban kriminalisasi masyarakat desa Maba Sangaji, Halmahera Timur. Mereka berada di Kota Ternate pada akhir Juni 2025 untuk menjenguk suami dan ayah mereka yang saat itu masih ditahan di Rutan Kelas IIB Ternate. (Project M/Rabul Sawal) Hampir lima bulan keluarga korban kriminalisasi sebelas masyarakat...