Kisah Horor Kampung Kebon Sayur: Dihantui Mafia Tanah dan Penggusuran


Kisah Horor Kampung Kebon Sayur: Dihantui Mafia Tanah dan Penggusuran

Rekomendasi dari Devina Heriyanto

Tanpa surat resmi, alat berat menggusur rumah-rumah di Kampung Kebon Sayur, Cengkareng. Sedikitnya 12 rumah rata dengan tanah. Warga menyebut penggusuran dilakukan atas klaim tanah oleh Sri Herawati Arifin (SHA), berdasar surat warisan kolonial 1968.

Kampung Kebon Sayur adalah salah satu kampung kota seluas 21,5 hektare yang dihuni 5.000-an penduduk. Kebon Sayur sudah dihuni sejak 1972. Dulunya kampung ini dipenuhi lahan kosong dan kebun. Penduduk memanfaatkan lahan kosong dan menggarap kebun-kebun itu lewat mekanisme oper garap dari pemilik lahan.

Warga menolak penggusuran dan klaim kepemilikan SHA yang dinilai cacat administrasi. Tanah yang dibeli SHA juga sempat diperebutkan PT Pertamina. Terlebih lagi, setelah warga menelusuri dan menemukan namanya dalam berbagai sengketa pertanahan, ada kecurigaan bahwa SHA adalah mafia tanah. Kendati namanya banyak disebut, warga Kebon Sayur tidak pernah melihat sosok asli SHA.

Penggusuran sebuah kampung bukan hanya soal kehilangan material. Penggusuran yang dilakukan secara paksa, tanpa surat resmi, membuat warga dan anak-anak trauma akan polisi dan keramaian. Karena takut penggusuran dilakukan ketika tidak ada orang di kampung, ada warga yang rela penghasilannya dipotong untuk berjaga. Ada juga anak yang terpaksa tidak masuk sekolah, ketinggalan materi pelajaran, mengorbankan nilai, dan juga masa-masa bermainnya.

Warga yang membentuk Aliansi Perjuangan Warga Kebon Sayur (APWKS) mengadukan nasib mereka ke Walikota Jakarta Barat. Akan tetapi, mereka merasa tidak didengar dan diperlakukan adil selama proses mediasi. Pertengahan Agustus, dua warga Kebon Sayur malah ditangkap polisi--meski sekarang sudah kembali ke Kebon Sayur dan berstatus sebagai tahanan luar atau wajib lapor.

Jika kamu ingin membaca cerita-cerita tentang kampung kota di Jakarta, kamu bisa membaca serial #SejarahKampungKota. Serial ini diadaptasi dari kampungkotamerekam.net yang aktif pada 2017 hingga 2019. Sejarah dalam Kampung Kota Merekam (KKM) adalah sejarah perjuangan orang-orang kecil, yang senantiasa diancam dan terancam oleh ekspansi kapitalisme dengan dalih pembangunan, dalam mempertahankan dan/atau merebut kembali ruang hidup mereka; merebut hak atas kota.

Dukung kami untuk terus menyajikan serial liputan yang melayani masyarakat terpinggirkan dan mengawasi kekuasaan agar tidak ugal-ugalan.


Project Multatuli

Project M adalah gerakan jurnalisme publik yang melayani yang dipinggirkan dan mengawasi kekuasaan agar tidak ugal-ugalan. Langganan nawala kami untuk mendapatkan rekomendasi bacaan berbasis jurnalisme telaten. Dukung kami dengan menjadi Kawan M mulai dari Rp30 ribu per bulan.

Read more from Project Multatuli

Bacaan Akhir Pekan: Analisis Danantara & Perburuan Polisi yang Masih Berlanjut Rekomendasi dari Devina Heriyanto Melihat banyaknya pendanaan Danantara yang diarahkan ke proyek-proyek ekstraktif, aktivis khawatir Danantara jadi "akselerator kerusakan Indonesia". (PresidenRI.go.id) Pekan ini, Project Multatuli menerbitkan dua tulisan dengan tema berkelanjutan. Hanya saja, berkelanjutan dalam artian daya rusaknya. Permata Adinda, jurnalis Project M, menulis analisis terkait lembaga pengelola...

Kriminalisasi Masyarakat Adat Maba Sangaji: Tidak Diakui sebagai Pejuang Lingkungan, Malah Dicap Preman Rekomendasi dari Devina Heriyanto Para istri, keluarga, dan anak dari beberapa keluarga korban kriminalisasi masyarakat desa Maba Sangaji, Halmahera Timur. Mereka berada di Kota Ternate pada akhir Juni 2025 untuk menjenguk suami dan ayah mereka yang saat itu masih ditahan di Rutan Kelas IIB Ternate. (Project M/Rabul Sawal) Hampir lima bulan keluarga korban kriminalisasi sebelas masyarakat...

Janji Manis AI, Derita Pekerja: Beban Bertambah dan Kehilangan Makna Rekomendasi dari Devina Heriyanto Kendaraan memadati Jalan Gatot Subroto, Jakarta, saat jam pulang kerja dan refleksi logo model kecerdasan buatan (AI) OpenAI. (Project M/Muhammad Zaenuddin) Dalam pembuka esainya yang kemudian diperluas menjadi buku, antropolog dan aktivis David Graeber menuliskan prediksi ekonom John Maynard Keynes pada tahun 1930 bahwa teknologi akan mempermudah pekerjaan manusia sehingga dalam seminggu,...