Trauma, Penyakit, dan Penyiksaan di Balik Nikmat Nugget Fiesta, Champ


Trauma, Penyakit, dan Penyiksaan di Balik Nikmat Nugget Fiesta, Champ

Rekomendasi dari Devina Heriyanto

Pekan ini, Project Multatuli menerbitkan reportase dari Alfian Putra Abdi yang meliput soal peternakan ayam PT Sinar Ternak Sejahtera di Padarincang, Serang, Banten. Peternakan ayam milik keluarga terkaya kedua se-Asia berdiri di Kampung Cibetus memicu setumpuk masalah lingkungan dan kesehatan.

PT Sinar Ternak Sejahtera merupakan bagian dari grup konglomerat Charoen Pokphand, yang bergerak di bidang agribisnis dan telekomunikasi di banyak negara. Produk-produk mereka membanjiri pasar Indonesia, termasuk dengan jenama Fiesta, Champ, dan Okey, yang didistribusikan lewat berbagai jaringan toko ritel, termasuk toko mereka sendiri seperti Prima Freshmart.

Reportase Alfian menjelaskan dampak operasi peternakan berkapasitas 120.000 ekor ayam ini pada keseharian warga dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan polisi kepada warga yang memprotes.

Blower yang digunakan untuk mengatur sirkulasi udara di dalam kandang justru membawa bau menyengat dan bulu-bulu halus ke arah permukiman.

“Apalagi kalau pas subuh, ampun banget. Paracetamol dan Promag standby. Kepala sakit, perut mual nahan bau pur ayam. Saya tidur saja pakai masker saking baunya. Kalau nggak kuat, saya muntah,” ujar Saena, warga Kampung Cibetus yang ditangkap oleh polisi karena memprotes kehadiran peternakan.

Tak hanya itu, warga bilang jumlah lalat meningkat drastis dan kualitas air kian memburuk. Penyakit klasik pun bermunculan, entah sesak napas atau peradangan kulit. Bayi-bayi di Kampung Cibetus lantas jadi rentan terserang penyakit.

Seperti apa yang terjadi pada Raya, balita di Sukabumi yang meninggal akibat infeksi cacing dan diduga TBC, ini adalah potret kegagalan pemerintah dalam melindungi hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan terpenuhi kebutuhannya.

Warga Cibetus berangsang. Meski perusahaan menawarkan kompensasi, warga menolak karena mereka “cuma mau sehat”. Namun, upaya mereka mencari keadilan justru berujung teror dan pelecehan.

Polisi datang malam-malam dan mendobrak rumah untuk menangkap beberapa warga. Kira-kira selama dua bulan pasca-penggerebekan, orang-orang tidak dikenal kerap mendatangi rumah warga secara acak, biasanya antara pukul 1 dan 3 dini hari. Banyak warga, terutama laki-laki, yang melarikan diri karena takut ditangkap juga, meninggalkan istri mereka dengan beban ganda mengurus keluarga dan mencari nafkah. Anak-anak dan perempuan pun trauma atas kehadiran polisi yang bolak-balik datang ke Cibetus.

Peringatan: Artikel ini memuat deskripsi penyiksaan dan kekerasan seksual yang bisa membuat Anda tidak nyaman. Kami menandai bagian yang memuat deskripsi tersebut agar bisa dilewati oleh pembaca.

Project Multatuli pernah memberitakan soal kisah perempuan Padarincang yang menolak perampasan ruang hidup oleh proyek geothermal. Proyek panas bumi bukan cuma persoalan teknis, melainkan keberlangsungan hidup, air, dan tanah yang harus dipertahankan. Kamu bisa membaca reportase Anggita Raissa (pertama terbit Juni 2025) yang berjudul '“Tiap Beko Datang, Kami Adang”: Perempuan Padarincang Melawan Proyek Geothermal Banten' di sini.

Project Multatuli secara sadar mengupayakan agar lebih banyak kisah-kisah perempuan hadir dalam pemberitaan. Menurut data internal kami selama periode 2023-2024, perempuan menjadi narasumber utama dalam 48,5% dari total 238 karya dalam bahasa Indonesia. Kami juga mendorong lebih banyak karya oleh perempuan dan minoritas gender baik dalam bentuk tulisan, foto, maupun ilustrasi, terutama lewat program pelatihan fotojurnalis Setara Bercerita.

Jika kamu menghargai upaya-upaya ini, tolong pertimbangkan untuk mendukung kami melalui program membership. Kamu bisa menjadi Kawan M mulai dari Rp30 ribu per bulan.



Project Multatuli

Project M adalah gerakan jurnalisme publik yang melayani yang dipinggirkan dan mengawasi kekuasaan agar tidak ugal-ugalan. Langganan nawala kami untuk mendapatkan rekomendasi bacaan berbasis jurnalisme telaten. Dukung kami dengan menjadi Kawan M mulai dari Rp30 ribu per bulan.

Read more from Project Multatuli

Kriminalisasi Demonstran May Day 2025: Darurat Kekerasan Aparat & Revisi KUHAP Rekomendasi dari Project Multatuli Cho Yong Gi yang tergabung dalam tim paramedis dianiaya dan ditangkap polisi saat hendak menolong peserta aksi May Day 2025 di Jakarta yang menjadi korban kekerasan polisi. (Sumber: Istimewa) Pada aksi damai May Day 2025, 14 anak muda menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi oleh polisi. Mereka dituduh sebagai provokator, ditangkap, dan hak mereka untuk mendapat pendampingan...

Ekspansi Industri Bauksit di Bintan: Mengancam Penghidupan Suku Laut dan Pariwisata Rekomendasi dari Devina Heriyanto Seorang pria hendak menombak ikan yang terjebak air laut surut di perairan tercemar lumpur reklamasi PT Bintan Alumina Indonesia (BAI)/PSN KEK Galang Batang, Bintan yang tampak di latar belakang. (Project M/Andaru KZ) Bintan, Kepulauan Riau, cukup dikenal sebagai tujuan pariwisata berkat pantai pasir putih dan lanskap pesisirnya yang memukau. Pulau itu dan daerah sekitarnya...

Ironi jadi WNI: Tubuh politiknya diatur negara, sambil luntang-lantung tanpa perlindungan saat bekerja Rekomendasi dari Devina Heriyanto RUU KUHAP berpotensi melegitimasi kontrol represif negara atas tubuh masyarakat sipil melalui perluasan upaya paksa oleh kepolisian. Mengancam hak asasi manusia dan supremasi sipil. (Project M/Aan K. Riyadi) Pekan ini Project Multatuli menerbitkan tiga tulisan yang sekilas seperti tidak punya hubungan, tapi membuat saya berpikir soal ironi menjadi warga...